Hubungan Anda dengan Si Dia tentu tak selamanya mulus dan mesra. Agar rasa sakit hati yang mendera tak mengganggu cinta Anda berdua, simak kiat-kiat berikut! Bagi banyak orang, terutama perempuan, sebagian besar energi yang ada di dalam jiwanya begitu terpendam, hingga mereka sendiri pun tak menyadari telah memilikinya. Perempuan, lebih banyak menghabiskan hidupnya untuk membahagiakan orang lain, tetapi seringkali melupakan dirinya sendiri.
Biasanya, masalah baru muncul ketika hati ingin mengatakan ‘tidak’, tapi mulut Anda justru mengatakan ‘ya’. Resolusi biasanya datang ketika Anda mulai merasa ingin marah dan memiliki keberanian untuk mengatakan apa yang ada di dalam pikiran, tanpa takut kehilangan cinta dari orang yang dicintai.
Sebelum semua kemarahan itu ini terjadi, pikirkan baik-baik! Karena, bukan hal yang mustahil bagi Anda untuk tetap memiliki hubungan yang sehat. Di dalam suatu hubungan, rasa sakit hati memang tak dapat dihindari. Dan rasa sakit hati ini terjadi pada bentuk komunikasi yang tak sempurna.
Sadarilah, sakit hati yang menumpuk, suatu saat akan meledak menjadi kemarahan. Dan Anda harus melihat, perasaan marah yang muncul ini sebagai emosi yang membangun. Karena, dengan memiliki perasaan marah, menunjukkan bahwa perasaan Anda telah disakiti dan harus segera dilakukan resolusi konflik.Berikut ini beberapa saran untuk mengekspresikan kemarahan Anda secara pantas kepada pasangan:
1. MENGAMATI
Teliti, apakah kemarahan, rasa tersinggung, atau sakit hati Anda saat ini bertambah besar. Berapa lama Anda menyimpan perasaan-perasaan yang mengganggu ini? Jika Anda marah kepada pasangan karena ia keluar malam bersama teman-temannya, mungkin masalah sebenarnya bukanlah itu. Tetapi, masalahnya adalah soal bagaimana Si Dia memberikan perhatiannya kepada Anda.
2. BERANI
Belajarlah untuk dapat bersikap berani. Jika Aanda merasa sangat mudah terintimidasi, tuliskan perasaan Anda dan tunjukkan kepada pasangan.
3. JANGAN MENYALAHKAN
Jangan membuat pernyataan yang menyalahkan! Resolusi konflik dimulai dengan memahami bahwa kebenaran bersifat relatif. Sebagian besar orang selalu memulai dengan pertanyaan yang paling merusak seperti, “Siapa yang benar dan siapa yang salah?”
Dua orang menghabiskan waktu untuk mencoba meyakinkan pasangannya, siapa yang benar dan siapa yang salah. Kenyataannya, sebagian besar ketidaksepahaman didasari oleh interpretasi yang datang secara langsung dari pengalaman pribadi di dalam kehidupan, bukan karena kebenaran yang memang sudah terbukti.
4. MENDENGARKAN
Satu-satunya cara terbaik untuk mengatasi konflik adalah dengan menjadi pendengar yang baik untuk pihak lain. Sebagian besar orang hanya ingin didengar saja, dan hal ini merupakan bentuk dasar dari perasaan ingin diakui. Seringkali, solusi terjadi justru dari apa yang dibicarakan.
5. MENGUNGKAPKAN
Biarkan Si Dia mengutarakan perasaan sakit hatinya atau kesedihannya. Hal ini sangat baik karena bila tidak diungkapkan, perasaan marah dan sedihnya akan menumpuk dan membentuk dinding antara dirinya dengan Anda.
6. MENGAKUI
Bertanggung jawablah atas segala masalah yang Anda ciptakan, mau mengakuinya. Tanyakan pada diri Anda sendiri, “Bagaimana tindakan dan perkataan saya bisa mendukung terciptanya situasi seperti ini?”
7. TANGUNG JAWAB
Langkah terakhir yang paling sulit dilakukan adalah untuk bisa bertanggung jawab agar segala sesuatunya menjadi lebih baik. Anda perlu mencari tahu, apa yang membuat situasi menjadi lebih baik di masa depan, dan apa yang dapat membuat situasi yang merusak tidak muncul lagi.
Anda perlu mengatakan kepada pasangan, apa yang Anda perlukan dari dirinya agar semuanya bisa mengarah menjadi lebih baik. Anda juga perlu untuk ikut bertanggung jawab atas apa yang perlu diperbaiki di masa kini. Apakah hanya mendengar atau meminta maaf? Semua orang seringkali melupakan kedua hal itu.
0 care about me:
Post a Comment